Rabu, 04 Juli 2012

PUASA, SAKIT BUKAN ALASAN. . .

Bulan Ramadhan tiba. Panggilan untuk menjalankan ibadah puasa sangat kuat di hati. Namun, jika penyakit menghadang, mungkinkah puasa tetap dilaksanakan?

Kehadiran penyakit seperti diabetes, mag, dan ginjal kerap menimbulkan keraguan untuk berpuasa. Ternyata, kekhawatiran tersebut dapat dihindari. Hadis Nabi Muhammad, ”Berpuasalah kamu agar kamu sehat”, diamini pula oleh para dokter dalam simposium mini bertema ”Ibadah Berkualitas Selama Puasa Tanpa Gangguan Penyakit” yang diselenggarakan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Sabtu (7/8).

Agar ibadah puasa berjalan lancar, penderita diabetes, mag, dan ginjal memang memerlukan persiapan ekstra dibandingkan orang sehat.

Mereka harus mengecek kondisi kesehatan, seperti tekanan darah, kolesterol, dan kadar gula, untuk menyiapkan adaptasi. Mereka dapat berpuasa jika kondisi kesehatan stabil, penyakit terkontrol, dan tidak ada infeksi akut. Yang juga perlu dikonsultasikan ke dokter adalah kemungkinan perubahan obat yang diminum karena perubahan jadwal makan, termasuk adaptasi cara makan.

Sakit Maag
Ari Fahrial Syam dari Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan, bagi mereka yang sakit mag atau dispepsia, yang perlu dipastikan terlebih dahulu adalah apakah mag yang diderita termasuk mag fungsional atau organik.

”Orang dengan sakit mag dapat berpuasa kecuali penderita mag organik yang belum diobati. Apalagi jika ada tanda-tanda seperti mag pertama kali di atas 45 tahun, berat badan turun, anemia, melena, dan disfagia,” ujarnya. Hasil endoskopi mag organik menunjukkan kelainan seperti tukak pada lambung, tukak usus dua belas jari, polip, dan kanker.

Sementara mag gangguan fungsional terjadi karena makan yang tidak teratur, kebiasaan makan camilan berlemak, minum kopi atau bersoda sepanjang hari, merokok, dan stres. Sekitar 80 keluhan mag yang dirasakan masyarakat merupakan mag disfungsional dan hasil endoskopi biasanya normal.

Untuk mag disfungsional, biasanya malah membaik atau sembuh setelah berpuasa. ”Itu karena saat berpuasa malah makannya menjadi teratur saat buka dan sahur, tidak makan camilan berlemak sepanjang hari, tidak ngopi, dan tidak merokok,” ujarnya. Produksi asam lambung akan turun.

Dia mengatakan, pada minggu awal akan berat karena terjadi perubahan. Oleh karena itu, pasien mag disfungsional biasanya diberi obat penekan asam lambung seperti lanzoprazole dengan dosis 30 mg per hari selama seminggu. Obat itu bekerja selama 12 jam. ”Berbeda dengan antasida yang banyak diiklankan. Antasida bukan penekan asam lambung, melainkan menetralkan asam lambung yang sudah terjadi,” ujarnya.

Untuk gangguan mag organik, sebaiknya mag diobati terlebih dahulu. Mag organik dapat bertambah buruk saat berpuasa.

Bagi penderita mag, makanan harus diperhatikan, seperti menghindari makanan yang mengandung gas, yang memicu asam lambung, sulit dicerna, memperlambat pengosongan lambung, dan melemahkan klep kerongkongan bawah.

Diabetes
Tri Juli Edi T dari Divisi Metabolik Endoktrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam mengungkapkan, penderita diabetes yang ingin berpuasa sebelumnya harus kontrol ke dokter. Dokter akan menentukan tingkat risiko sangat tinggi, tinggi, sedang, atau rendah. Penderita berisiko sangat tinggi, antara lain penderita diabetes yang sedang hamil dan gula darah sering turun, jika memutuskan berpuasa harus di bawah pengawasan ketat dokter.

Konsultasi ke dokter juga perlu untuk pengaturan pemakaian obat—waktu dan dosisnya—yang kemungkinan berubah karena harus disesuaikan dengan jam makan. Selain itu, beberapa hal yang harus diwaspadai saat berpuasa adalah gula darah terlalu rendah, gula darah terlalu tinggi, darah menjadi asam (ketoasidosis), dan kekurangan cairan.

Untuk penderita diabetes, makanan ketika berpuasa tidak jauh berbeda dari sebelumnya. Jumlah kalori yang dikonsumsi sama, tetapi jadwal makan saja yang berubah.

Porsi kalori 50 persen saat buka puasa, 10 persen setelah tarawih, dan 40 persen saat sahur. Pilih karbohidrat kompleks yang butuh pembakaran lama sekitar 8 jam, kurangi lemak, dan perbanyak serat. Minum juga harus cukup, yakni delapan gelas. ”Konsumsi energi biasanya menjadi sangat tinggi setelah minggu keempat puasa karena perayaan Lebaran. Ini yang harus dijaga agar tidak berlebihan makan saat Lebaran atau juga berbuka,” ujarnya.

Puasa juga harus dibatalkan jika gula darah turun menjadi 60 mg/dl atau kurang, gula darah turun di sekitar 70 mg/dl di jam-jam awal, terutama pemakai insulin, sulfonilurea, atau glinid yang dipakai saat sahur, dan gula darah naik lebih dari 300 mg/dl. Memonitor gula darah penting ketika berpuasa bagi penderita diabetes. Periksa gula darah tidak berarti membatalkan puasa.

Ginjal
Boleh tidaknya berpuasa biasanya kerap menjadi pertanyaan penderita sakit ginjal. Imam Effendi dari Divisi Ginjal Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI mengatakan, puasa berarti tidak makan dan minum dalam waktu tertentu. Sejauh mana berpuasa bisa berbahaya atau menguntungkan bagi penderita ginjal sangat tergantung dari jenis dan derajat penyakitnya.

Penyakit ginjal ada beragam jenis dan stadium. Penyakit batu ginjal stadium awal sangat membutuhkan minum hingga 4 liter per hari. Jika lalai, batu ginjal dapat bertambah parah. ”Kebutuhan minum air yang banyak itu sulit dipenuhi pada saat Ramadhan. Alternatifnya puasa berselang-seling dan bayar fidiah,” ujarnya.

Sebaliknya, bagi penderita ginjal kronik, baik yang belum maupun sudah dialisis, berpuasa malah sangat bagus. Pada penderita ginjal kronik, pengeluaran urine menurun drastis. Bahkan, pada penderita yang sudah dialisis, terkadang urine tidak keluar sama sekali. Pengeluaran air dilakukan ketika cuci darah. Lantaran urine sangat sedikit, mereka tidak boleh terlalu banyak minum.

”Minum yang diizinkan bagi penderita ginjal kronik yang sudah cuci darah hanya 500 ml (dua gelas) ditambah air sejumlah urine yang keluar. Jumlah 500 ml itu merupakan perkiraan air yang keluar melalui pernapasan dan keringat. Minum harus benar-benar diukur. Puasa yang berarti berhenti minum justru bagus bagi penderita ginjal kronik,” ujarnya.

Kelebihan air dan gangguan elektrolit kerap menjadi penyebab utama kematian penderita ginjal kronik. Komposisi makanan penderita ginjal saat berpuasa tidak berbeda dari sebelumnya.

Ari Fahrial Syam yang juga Ketua Bidang Advokasi Pengurus Besar PAPDI mengatakan, secara umum, cara makan ketika puasa harus diperhatikan.

”Untuk menjaga kesehatan, berbukalah dengan makanan ringan, seperti beberapa butir kurma, dan makan berat setelah maghrib secara bertahap atau tidak kalap. Selain itu, pilih makanan dengan indeks glikemik rendah dan tinggi serat. Selama berpuasa, istirahat harus cukup dan olahraga ringan tetap dilakukan,” ujarnya. Dengan demikian, puasa dapat dituntaskan dan penyakit pun terkontrol. 

Oleh: Indira Permanasari - KOMPAS health
Taken from: sehat-enak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo budayakan berkomentar!
Kami akan dengan senang hati menerima komentar dan respon positif yang sahabat Calon Dokter berikan :)